Madura bagi sebagian masyarakat luas sangat identik dengan karapan 
sapi, yang  sudah menjadi simbol budaya setempat sejak ratusan tahun 
silam, akan tetapi ternyata Madura juga memiliki aset budaya “Sapi 
Sonok” yakni dua sapi betina yang dihiasi dan dipercantik sedemikian 
rupa untuk dilombakan.
Sapi Sonok sendiri merupakan jenis karapan sapi juga, akan tetapi 
untuk sapi berjenis kelamin betina dan yang dilombakan adalah keindahan 
sapi saat berjalan dan berpakaian. “Kontes Sapi Sonok tersebut diadakan 
sebagai upaya untuk lebih memperkenalkan tradisi Sapi Sonok ke 
masyarakat luas, umumnya masyarakat di luar pulau Madura,” terang salah 
seorang pemilik sekaligus penggemar Sapi Sonok asal Pamekasan Madura, H.
 Haryanto

.
Sapi
 sonok pertama kali dicetuskan oleh warga Batu Kerbui pesisir utara 
Pamekasan. Dalam sejarahnya setiap kali selesai bekerja membajak ladang,
 para petani biasanya memandikan sapinya itu. Setelah dimandikan maka 
sepasang sapi itu didiamkan ke satu tiang “tancek”. Kebiasaan itu juga 
dilakukan oleh petani lain dalam satu petak tanah tegal, sehingga tampak
 ramai.
Nah dalam perkembangannya, kemudian muncul pemikiran dari para petani
 untuk memilih dan melombakan mana sapi yang paling bersih dan rapi 
berdiri. Pasangan sapi itu juga kemudian didandani dengan asesoris lain 
yang indah. Kemudian dari inilah tradisi sapi sonok itu muncul, yang 
pada akhimya menjadi sebuah budaya masyarakat Pamekasan dan Madura pada 
umumnya. Sapi sonok dalam perkembangannya bukan hanya menjadi perekat 
hubungan sosial, namun juga memiliki makna budaya dan tehnologi. Bagi 
Pamekasan sapi sonok telah menjadi kebanggan tersendiri. Bupati 
Pamekasan telah mendapatkan penghargaan sebagai bupati yang memiliki 
kepedulian yang tinggi atas pelestarian budaya karena komitrnennya untuk
 melestarikan sapi sonok ini.
Dari aspek sosial budaya sapi sonok mendekatkan hubugan social 
masyarakat Madura, dan dari budaya juga menjadikan sapi sonok ini 
sebagai sebuah hasil kreasi masyarakat yang menjadi kebanggaan. 
Sedangkan dari aspek tehnologi, lahirlah tehnologi untuk membibitkan 
sapi yang berkualitas dan menjaga kelestarian spesies sapi Madura.
Kontes Sapi Sonok
Seperti layaknya model yang hemdak melenggang di catwalk,
 sapi-sapi itu didandani dengan selempang keemasan di leher serta dada. 
Di leher sapi juga dipasang pangonong, yaitu kayu perangkai sapi yang 
diukir indah dengan perpaduan warna merah dan kuning emas.
Sapi-sapi unggul dari berbagai penjuru Pulau Madura itu bersiap 
mengikuti Kontes Sapi Sonok, ajang silaturahim para pemilik sapi di 
Madura yang dikembangkan menjadi kontes sapi sejak tahun 1960-an.
Pasangan sapi betina yang menjadi peserta kontes sapi “sonok” 
didandani selempang yang didominasi warna kuning keemasan pada leher 
hingga dada. Selain itu, di leher sapi tersebut diberi “pangonong” yang terbuat dari kayu berukir sebagai perangkai pasangan sapi.
Sebelum
 acara dimulai, beberapa pemilik sapi menari sambil menggiring sapi-sapi
 mereka keliling lapangan. Grup musik Saronen yang terdiri atas tiga 
pemain kenong, satu pemain kendang, satu pemain gong, dua pemain 
terompet, dan dua pemain kecer mengiringi pasangan sapi yang melenggang 
dengan kepala tegak bak seorang model.
Sebelum kontes dimulai pemilik Sapi Sonok 
mengirap sapinya untuk keliling lapangan dengan diiringi musik 
tradisional, sronil, lengkap dengan sinden. Setelah berkeliling lapangan
 barulah sapi tersebut masuk ke arena kontes. Di dalam arena atau 
lapangan tersebut ada dua pasang sapi siap berlenggak-lenggok bak 
seorang peragawati, serta didepan setiap pasangan Sapi Sonok itu ada 
seorang sinden yang manari mengiringi sapi tersebut menuju garis finish.
Penggemar sapi sonok menampilkan pasangan-pasangan sapi 
berumur lebih dari 2 tahun. Karena umurnya lebih dari 2 tahun, maka 
postur dan fisik sapi lebih molek dan montok
Pemilik sapi sonok, juga terlihat jor-joran mempersolek 
sapinya. Tak hanya mahkota yang dipasang di kayu panongkok yang 
berhiasan untaian manik-manik keemasan, selempang yang menutup leher 
sapi tampak berhiaskan aneka manik warna-warni. Bahkan, sepasang sapi sonok tampak berhias gelang emas seberat 60 
gram. Masing-masing kaki kiri sepasang sapi sonok dihiasi gelang emas 
berbentuk rantai. Satu gelang bentuk rantai ini seberat 30 gram. Karena
 ada dua gelang, seluruhnya berbobot 60 gram. Dia mengaku menghabiskan dana Rp 18 juta untuk sepasang 
gelang rantai emas tersebut. Sedangkan untuk perhiasan mahkota dan 
selempang leher sapi, dia merogoh kocek Rp 6 juta. Meski harus 
mengeluarkan ongkos mahal, namun Pemilik sapi tetap memanjakan sepasang sapi
 sonok.
Penilaian pada kontes Sapi Sonok disamping keindahan berjalan juga 
pakaian yang dipakai pasangan sapi juga yang menentukan keserasian 
pasangan sapi ketika sampai di garis finish, kaki depan kedua pasangan 
Sapi Sonok tersebut harus bersamaan naik ke atas altar yang terbuat dari
 kayu dan hal itu yang menentukan menang atau tidaknya dalam kontes 
tersebut. Setelah mencapai garis finish para pemilik sapi lang sung 
menari dengan para sinden untuk meluapkan kegembiraan dan tidak lupa 
memberi sawer kepada para sinden yang menari mendampingi pasangan sapi 
kebanggaannya.
Perawatan ekstra
Tak seperti sapi pada umunmya, sapi sonok membutuhkan perawatan ekstra agar benar-benar menjadi sapi unggul. Sebulan sekali pemilik sapi memberikan jamu berupa adonan tepung jagung dicampur gula jawa, bawang, daun bawang, asam jawa, kelapa, dan telur. Dua kali sebulan sapi sonok juga diberi susu segar dicampur 25 butir kuning telur.
Sapi sonok dirawat ekstra sejak berumur tiga bulan. Sapi- sapi itu 
dilatih berdiri tegak di tempat pengikatan khusus antara pukul 15.00 dan
 pukul18.00. Dengan demikian, sapi-sapi itu terbiasa berjalan dengan 
posisi tegak dan kelihatan anggun. Agar kulit sapi bersih dan mengilap, 
pemilik sapi sonok memandikan sapi-sapinya dua kali sehari. Kandang sapi
 pun dijaga selalu bersih.
Pemenang Kontes
 
 

Pasangan sapi yang memenuhi kriteria kontes itulah yang menjadi juara,kriterianya meliputi kaki tak menyentuh garis pembatas saat berjalan, berjalan lurus, pangonong (perangkai sapi) pada posisi selaras, dan kaki kedua sapi ini dapat menapak papan gapura dengan tepat.
Selain keserasiaan saat berjalan, penilaian juga didasarkan pada 
bentuk tubuh sapi yang besar, berpunuk, kulit. Berwarna merah bata, 
jinak, dan memiliki tanduk rapi melengkung berbentuk huruf U.
Salah satu tradisi Madura yang mulai berkembang
 sejak 1951 lalu, sapi sonok memang tidak dilombakan tapi digelar dalam 
bentuk kontes. Yang menarik, seluruh peserta dalam kontes sapi sonok 
mendapatkan piala. Dalam kontes ini tidak ada pemenang, semua adalah 
juara dan mendapat penghargaan. Kami hanya melestarikan seni dan 
berusaha menjaga bibit sapi Madura.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar